Kamis, 24 November 2011

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN E-LEARNING DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

A.    PENDAHULUAN
Seiring perkembangan teknologi internet, model e-learning mulai dikembangkan, sehingga kajian dan penelitian sangat diperlukan. Hakekat e-learning adalah bentuk pembelajaran konvensional yang dituangkan dalam format digital melalui teknologi internet. Sistem ini dapat digunakan dalam pendidikan jarak jauh atau pendidikan konvensional.
Oleh karena itu mengembangkan model ini tidak sekedar
menyajikan materi pelajaran ke dalam internet tetapi perlu dipertimbangkan secara logis dan memegang prinsip pembelajaran. Begitu pula desain pengembangan yang sederhana, personal, dan cepat, serta unsur hiburan akan menjadikan peserta didik betah belajar di depan internet seolah-seolah mereka belajar di dalam kelas. Ilmu dan teknologi terutama teknologi informasi berkembang sangat pesat.
Pesatnya perkembangan teknologi ini berdampak pada pelbagai perubahan sosial budaya. Misalnya e-commerce merupakan perubahan radikal dalam aspek ekonomi masyarakat modern saat ini. Di sektor pemerintahan ada e-government.
Demikian pula di sektor pendidikan sudah berkembang apa yang disebut e-learning. Pemanfaatan teknologi internet untuk pendidikan dipelopori oleh sekolah militer di Amerika Serikat (1983). Sejak itu tren teknologi internet untuk pendidikan berkembang pesat dan lebih dari 100 perguruan tinggi di Amerika Serikat telah memanfaatkannya. Begitu pula teknologi ini berkembang pesat di negara-negara lain. Hasil survai yang dilakukan James W. Michaels dan Dirk Smilie (dalam Andito M. Kodijat, 2002) saat ini provider di dunia ada sekitar 25% pendidikan tinggi yang menawarkan programnya melalui internet. Visi dari sekolah (universitas) ini adalah untuk mencapai dan memberikan layanan pada pasar tanpa dibatasi atau perlu memperluas fasilitas fisiknya.                             
Pemanfatan teknologi internet untuk pendidikan di Indonesia secara resmi dimulai sejak dibentuknya telematika tahun 1996. Masih ditahun yang sama dibentuk Asian Internet Interconnections Initiatives (www.ai3.itb.ac.id/indonesia). Jaringan yang dikoordinir oleh ITB ini bertujuan untuk pengenalan dan pengembangan teknologi internet untuk pendidikan dan riset, pengembangan backbone internet pendidikan dan riset di kawasan Asia Pasific bersama-sama perguruan tinggi di kawasan ASEAN dan Jepang, serta pengembangan informasi internet yang meliputi aspek ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, sosial, dan ekonomi. Hingga kini sudah ada 21 lembaga pendidikan tinggi (negeri dan swasta), lembaga riset nasional, serta instanasi terkait yang telah bergabung.
Seiring perkembangan zaman, pemanfaatan internet untuk pendidikan di Indonesia khususnya di perguruan tinggi terus berkembang. Misalnya tahun 2001 didirikan universitas maya Indonesia Bangkit University Teledukasi (IBUTeledukasi) bekerjasama dengan Universitas Tun Abdul Razak Malaysia, beberapa PT juga menawarkan program on-line course misalnya (www.petra.ac.id). Universitas Terbuka mengembangkan on-line tutorial (www.ut.ac.id/indonesia/tutorial.htm), Indonesia Digital Library Network mengembangkan perpustakaan elektronik (www.idln.itb.ac.id), dan lain-lain.
Pemanafaatan internet untuk pendidikan ini tidak hanya untuk pendidikan jarak jauh, akan tetapi juga dikembangkan dalam sistem pendidikan konvensional. Kini sudah banyak lembaga pendidikan terutama perguruan tinggi yang sudah mulai merintis dan mengembangkan model pembelajaran berbasis internet dalam mendukung sistem pendidikan konvensional. Namun suatu inovasi selalu saja menimbulkan pro dan kontra. Yang pro dengan berbagai dalih meyakinkan akan manfaat kecanggihan teknologi ini seperti;, memudahkan komunikasi, sumber informasi dunia, memudahkan kerjasama, hiburan, berbelanja, dan kemudahan aktivitas lainnya. Sebaliknya yang kontra menunjukan sisi negatifnya, antara lain: biaya relatif besar dan mudahnya pengaruh budaya asing. Internet sebagai media baru ini juga belum begitu familier dengan masyarakat, termasuk personil lembaga pendidikan. Oleh karena itu sangat perlu terus dilakukan kajian, penelitian, dan pengembangan model e-learning.
Tulisan ini akan mencoba menjelaskan e-learning dan kemungkinan pengembangan modelnya dalam meningkatkan mutu pendidikan.

B. PERKEMBANGAN APLIKASI E-LEARNING DARI MASA KE MASA
            Uraian singkat tentang perkembangan e-Learning dari masa ke masa dapat dideskripsikan sebagai berikut [Cross, 002]:
1990: CBT (Computer Based Training)
            Era dimana mulai bermunculan aplikasi e-Learning yang berjalan dalam PC standalone ataupun berbentuk kemasan CD-ROM. Isi berupa materi dalam bentuk tulisan maupun multimedia (video             dan  audio) dalam format MOV, MPEG-1 atau AVI. Perusahaan perangkat lunak Macromedia mengeluarkan tool pengembangan bernama Authorware, sedangkan Asymetrix (sekarang bernama Click2learn) juga mengembangkan perangkat lunak bernama Toolbook.
1994: Paket-Paket CBT
            Seiring dengan mulai diterimanya CBT oleh masyarakat, sejak tahun 1994 muncul CBT dalam Kuliah Umum IlmuKomputer dalam bentuk paket-     paket yang lebih menarik dan diproduksi secara massal.
1997: LMS (Learning Management System)
            Seiring dengan perkembangan teknologi internet di dunia, masyarakat dunia mulai terkoneksi dengan Internet. Kebutuhan akan informasi yang cepat diperoleh menjadi mutlak, dan jarak serta lokasi bukanlah halangan lagi. Disinilah muncul sebutan Learning Management System atau biasa disingkat dengan LMS. Perkembangan LMS yang semakin pesat membuat pemikiran baru untuk mengatasi masalah interoperability antar LMS yang ada dengan suatu standar. Standar yang muncul misalnya adalah standard yang dikeluarkan oleh AICC (Airline Industry CBT Committee), IMS, IEEE LOM, ARIADNE, dsb.
1999: Aplikasi e-Learning Berbasis Web
            Perkembangan LMS menuju ke aplikasi e-Learning berbasis Web secara total, baik untuk pembelajar (learner) maupun administrasi belajar mengajarnya. LMS mulai digabungkan dengan             situs-situs ortal yang pada saat ini boleh dikata menjadi barometer situs-situs informasi, majalah,         dan surat kabar dunia. Isi juga semakin kaya dengan berpaduan multimedia, video streaming, serta penampilan interaktif dalam berbagai pilihan format data yang lebih standar, berukuran kecil dan stabil.

C.  MENDEFINISIKAN MODEL E-LEARNING

            Pertanyaan penting yang sering muncul adalah : apa yang dimaksud dengan model-model e-learning? dan bagaimana model-model tersebut dapat diterapkan untuk mendukung  efektifitas e-learning ?
            E-Learning didefinisikan sebagai sebuah proses belajar yang difasilitasi dan didukung dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (ICT atau ILT). Definisi ini relatif   tidak terbantahkan, meskipun beberapa orang menginginkan untuk membatasi e-learning khusus dalam penggunaan teknologi berbasis computer, atau bahkan lebih sempit pada penggunaan internet. Teknologi berbasis computer tidak memasukkan alat-alat seperti whiteboard elektronik dan media analog seperti video. Keuntungan menggunakan definisi yang lebih luas dalam kajian ini adalah bahwa tingkat kemungkinan yang paling besar dari model-model belajar dan prosedur pemodelan dapat dimasukkan sebagai rujukan.
            Model adalah tema yang cukup problematik dan  digunakan secara berbeda-beda oleh tiga komunitas. Jika model merupakan representasi dari sebuah tujuan, maka kemudian secara jelas ia menjadi sesuatu yang dimaksudkan oleh pengguna (user). Semakin berbeda maksud, maka user akan menghendaki model yang berbeda, atau kerangka kerja model yang berbeda untuk merepresentasikan e-learning.
1.    Para praktisi cenderung menggunakan “model” dalam arti “pendekatan belajar dan mengajar”. Contoh, mereka mungkin berbicara tentang penggunaan “problem-based (berbasis masalah)”, “outcome-based (berbasis keluaran)”, atau secara spesifik lebih popular dengan pendekatan konstruktivistik ketika merencanakan materi dan pembelajaran mereka. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, sebuah model yang menggambarkan sebuah pendekatan belajar dan mengajar di mana ia didesain untuk dipraktekkan oleh para praktisi di sebut dengan “practice model” atau sebuah pendekatan praktis.
     Practice models diterapkan untuk menggambarkan sebuah pendekatan aktual semisal untuk tujuan refleksi atau evaluasi setelah suatu kejadian. Para praktisi sering mengungkapkan perlunya petunjuk atas pendekatan yang paling tepat digunakan dalam konteks belajar yang berbeda-beda. Pada dekade terakhir muncul beberapa proyek pendanaan untuk menghasilkan bahan-bahan petunjuk dan melakukan studi kasus yang memerlukan model-model praktek yang lebih eksplisit. Tetapi model-model ini tidak memberikan terminologi umum dan sulit untuk digeneralisasi, dievaluasi, dan dibandingkan dengan konteks yang berbeda-beda.
2.    Para peneliti cenderung menggunakan “model” dalam arti sebuah cara untuk menjelaskan atau mengeksplorasi sesuatu yang terjadi di dalam konteks belajar. Model-model ini secara umum berada pada level abstraksi yang lebih tinggi dari pada practice model dan lebih eksplisit tentang komitmen-komitmen teoritikal mereka (seperti tentang kognitif, sosio-kultural, atau cybernetic). Dalam praktek-praktek yang berorientasi lapangan seperti pendidikan, para peneliti menginginkan model-model mereka menjadi berarti, dan demikian juga dengan hasil penelitian mereka. Tetapi, sangat penting untuk memperhatikan perbedaan filosofis antara practice model yang dimaksudkan untuk menggambarkan dan menentukan cara-cara praktek dengan theoretical model yang dimaksudkan untuk menyusun program-program penelitian.
3.    Komunitas pengembangan teknik dan standar menggunakan “model” dalam arti sebuah cara untuk menyusun representasi seperti pemberian kode (misalnya XML) atau menyesuaikan dengan standar dan spesifikasi yang ada (misalnya IMS LOM). Sebuah sistem VLE single misalnya, akan tergantung pada sejumlah bagian yang terpisah-pisah tetapi model-model data antar operator terkait dengan para pengguna, prosedur administratif, isi materi belajar dan lain-lain. Jenis model ini disebut dengan “technical model”.
4.    Akhirnya, sebuah cabang e-learning yang penting yang concern dengan penerapan teknologi baru secara institusional yang disebut dengan “organisational model” memegang peranan penting. Perkembangan terkini dari model organisational menghadirkan pertentangan yang menarik terhadap kelemahan model-model pedagogis. Hal ini tidak meragukan karena proses-proses urusan organisasi pendidikan telah disusun dalam tema-tema yang sistematis sehingga mereka menyebutnya sebagai system based-model (model berbasis sistem).
     Jelasnya, seluruh e-learning menggantikan beberapa jenis konteks organisational. Faktor-faktor kontekstual seperti peran staf dan divisi tenaga kerja, budaya organisasi, infrastruktur lokal, peran dan latar belakang siswa, sikap-sikap manajemen, prosedur penilaian dan validasi, struktur penghargaan dan pengenalan dan lain-lain memiliki dampak yang luar biasa terhadap keberhasilan dan kegagalan e-learning.
5.    Kelompok stakeholder kelima, yaitu siswa harus ditekankan untuk memiliki model e-learning meskipun secara implisit. Kuesioner tentang gaya belajar dan format-format reflektif semacam portofolio merepresentasikan upaya untuk membuat model-model ini menjadi jelas bagi siswa sendiri. “Model-model belajar” personal ini adalah yang paling signifikan bagi proses belajar itu sendiri, dan seperti faktor-faktor organisasional yang dianggap sebagai practice model di mana para praktisi memutuskan untuk mengadopsi sebuah pendekatan yang cocok dengan gaya belajar dan kesukaan yang berbeda.

D.  MODEL-MODEL PENGEMBANGAN E-LEARNING
Desain model
Dari sudut pandang constructivist, pemahaman dan pengetahuan tidak diperoleh dengan pasif tetapi dengan cara aktif melalui pengalaman pribadi dan aktivitas experiential. Konsep utama dari constructivisme adalah bahwa pembelajar adalah aktif. Hal ini berarti bahwa proses belajar harus berpusat pada skenario berbasis masalah, belajar berbasis proyek, belajar berbasis regu, simulasi-simulasi dan penggunaan sumber daya teknologi. Itu juga berarti bahwa belajar harus berdasar pada tugas belajar yang autentik.

a. Model mental
Model mental merupakan penyajian-penyajian konseptual dan operationaI yang dikembang;kan ketika  orang berhubungan dengan sistem kompleks. Model-model mental merupakan pemikiran yang terdiri dari atas kesadaran terhadap berbagai komponen-komponen dari suatu sistem dan dievaluasi menggunakan berbagai metode termasuk pemecahan masalah, troubleshooting perfomance , ingatan informasi, pengamatan dan prediksi user terhadap perfomance. Model mental nampak lebih dari sekedar peta-peta struktural dari komponen-komponen; meskipun pengetahuan sendiri merupakan peta mental yang harus disimpulkan dari suatu perbuatan.

Komponen-komponen model mental

  • Pengetahuan struktural. Ini merupakan pengetahuan tentang konsep struktur domain pengetahuan dan diukur melalui jaringan dan peta atau lingkaran-lingkaran konsep.  Metoda ini berasumsi bahwa pengetahuan struktural dapat dibentuk menggunakan lambang.
  • Pengetahuan capaian (perfomance). Untuk tujuan menilai pengetahuan perfomance, pembelajar diberi tugas-tugas pemecahan masalah untuk menguji kesan visual mereka.
  • Pengetahuan reflektif. Di sini pembelajar bisa menunjukkan kepada yang lain bagaimana cara melaksanakan suatu tugas tertentu. Dengan cara ini pembelajar pertama harus membuat daftar perintah, deskripsi tugas dan diagram alur untuk menguji gambaran mental nya.
  • Gambaran dari sistem. Ini merupakan kenyataan model pembelajar yang secara khas dinilai dengan meminta pembelajar untuk  mengartikulasikan dan memvisualisasikan  bentuk – bentuk fisik.
  • Kiasan-Kiasan (metaphor). Seperti juga gambar-gambar, pembelajar akan sering menghubungkan sistem baru dengan pengetahuan ada sehingga dapat dilihat orang lain.
  • Pengetahuan eksekutif. Untuk tujuan memecahkan permasalahan, pembelajar harus mengetahui kapan mengaktifkan dan menerapkan sumber daya kognitif yang diperlukan.

Merancang dan mengembang;kan pengalaman-pengalaman yang terstruktur berdasarkan komponen-komponen model mental untuk pembelajar dapat dihubungkan secara positif dengan berbagai kasus lingkungan-lingkungan belajar di lingkup constructivist.

b. Model belajar magang kognitif
Model ini berdasarkan pada berbagai kondisi-kondisi belajar misalnya belajar berlangsung dalam  konteks aktivitas yang berkelanjutan , penuh arti dimana pembelajar perlu menerima umpan balik segera. Orang lain dapat bertindak sebagai model-model yang menyediakan bentuk yang dihubungkan dengan pengalaman pembelajar; konsep belajar fungsional dengan tujuan belajar yang tegas.
Model belajar magang tradisional biasanya memberi peluang untuk latihan. Karakteristik model belajar ini antara lain: gagasan bahwa pekerjaan adalah daya penggerak, dan penguasaan progresif terhadap tugas-tugas dihargai sebagai nilai penyelesaian  pekerjaan; ketrampilan-ketrampilan tertentu diawali dengan belajar tugas; belajar dipusatkan pada capaian (perfomance) dan kemampuan untuk melakukan sesuatu; dan standar pencapaian diaktualisasikan dalam pekerjaan nyata.
Sesuatu yang dapat dijadikan teladan dalam metodologi belajar tradisional yakni menyediakan satu dasar pijakan untuk penggunaan model belajar magang kognitif dalam pengembangan materi print dan Web-based. Model ini mengabaikan perbedaan-perbedaan antara pendidikan dan pelatihan dan membantu pembelajar untuk menjadi seorang ahli.
Strategi manajemen kognitif meliputi penentuan sasaran, perencanaan strategis, pemantauan, evaluasi dan revisi. Strategi belajar meliputi pengetahuan bagaimana cara belajar, seperti menyelidiki bidang-bidang baru, memperoleh pengetahuan baru dan mengaktifkan kembali pengetahuan yang telah dikenal.

Contoh model pengembangan E - Learning
1. Model Pengembangan E-Learning Dengan Pendekatan Knowledge Management (KM)
            Secara umum knowledge management meliputi dua bagian utama yaitu proses-proses yang dalam pengetahuan itu sendiri dan elemen-elemen penopang, seperti orang dan teknologi. Proses-proses dalam knowledge management merupakan pendekatan yang tepat untuk dijadikan sebagai landasan pengembangan e-learning, karena proses-proses itu sendiri yang terjadi dalam proses pembelajaran. Banyak pakar mengajukan proses-proses yang terdapat dalam knowledge management. Dan dalam tulisan ini digunakan sesuai definisi yang diajukan sebelumnya yaitu Knowledge Management (KM) dapat didefiniskan sebagai satu set (himpunan) intervesi orang, proses dan tool (teknologi) untuk mendukung proses pembuatan, pembauran, penyebaran dan penerapan pengetahuan.
Pembuatan pengetahuan adalah proses perbaikan atau penambahan potongan-potongan pengetahuan tertentu selama proses pembelajaran terjadi melalui pengalaman. Pembauran pengetahuan merupakan proses pengumpulan, penyimpanan dan penyortiran dari pengetahuan yang dikembangkan dengan pengetahuan yang dimiliki. Penyebaran pengetahuan adalah proses pengambilan dan pendistribusian pengetahuan untuk dipergunakan dalam proses pembelajaran yang lain. Penerapan pengetahuan merupakan proses pemanfaatan pengetahuan yang ada untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pengetahuan dikembangkan dalam proses pengalaman, seperti problem-solving, projek atau tugas. Melalui proses-proses knowledge management ini memberikan kerangka yang menyeluruh terhadap pengetahuan itu sendiri yang menjadi sumber dalam proses pembelajaran, dan juga tentunya dalam e-learning. Pelajar (learner) dan juga pengajar (teacher) dapat melibatkan diri dalam proses daur hidup pengetahuan, dan akhirnya dapat mengikuti perkembangan pengetahuan itu sendiri untuk mencapai nilai-nilai yang lebih besar dari sebelumnya.
            Perangkat lunak e-learning yang dikembangkan saat ini lebih terfokus pada satu proses knowledge manajemen yang saling terpisah, sehingga tujuan dari proses pembelajaran untuk mencapai sasaran-sasaran yang lebih tinggi untuk pengajar, pelajar atau lembaga tidak dapat mencapainya dengan baik. LMS sebagai sistem manajemen e-learning yang ada sekarang lebih terfokus pada bagaimana menyebarkan mata pelajaran secara online kepada pelajar, meskipun beberapa LMS telah ditambahkan beberapa fungsi seperti library management, discussion forum, video conferencing. LMS tidak dapat mendukung sasaran lainnya seperti menumbuhkan wawasan yang terfokus, memanfaatkan pengalaman yang lain untuk membuat produk/sistem yang inovatif, tidak memberikan wawasan daur pertumbuhan pengetahuan. Dengan pendekatan KM untuk e-learning akan dapat dikembangkan beberapa sistem yang mempunyai tujuan yang berbeda sesuai dengan sasaran yang ditetapkan, meskipun secara teknologi akan banyak kesamaan satu sama lain. Tabel di bawah ini menjelaskan tiga tipe perangkat lunak e-learning yang dapat dikembangkan untuk mendukung proses pembelajaran secara lebih menyeluruh dengan pendekatan KM.
            Tiga tipe perangkat lunak untuk mengelola proses pembelajaran saling terkait secara tujuan dan sasaran yang ditetapkan oleh lembaga, seperti dalam gambar di bawah ini.

091207-1322-knowledgema1.png

Gambar 1. Relasi Tiga Tipe Perangkat Lunak E-Learning
091207-1322-knowledgema2.jpg
Gambar 2. Contoh Interface Knowledge Library

091207-1322-knowledgema3.png
Gambar 3. Contoh Interface KM Berbasis Proses
2.  Model Pengembangan E-Learning Dengan Pendekatan moodle 
Moodle adalah sebuah nama untuk sebuah program aplikasi yang dapat merubah sebuah media pembelajaran ke dalam bentuk web. Aplikasi ini memungkinkan siswa untuk masuk kedalam "ruang kelas" digital untuk mengakses materi-materi pembelajaran. Dengan menggunakan Moodle, kita dapat membuat materi pembelajaran, kuis, jurnal elektronik dan lain-lain. Moodle itu sendiri adalah singkatan dari Modular Object Oriented Dynamic Learning Environment.
Moodle merupakan sebuah aplikasi Course Management System (CMS) yang gratis dapat di-download, digunakan ataupun dimodifikasi oleh siapa saja dengan lisensi secara GNU (General Public License). Anda dapat men-download aplikasi Moodle di alamat http://www.moodle.org/ .
Saat ini Moodle sudah digunakan pada lebih dari 150.000 institusi di lebih dari 160 negara didunia. Aplikasi Moodle dikembangkan pertama kali oleh Martin Dougiamas pada Agustus 2002 dengan Moodle Versi 1.0. Saat ini Moodle bisa dipakai oleh siapa saja secara Open Source. Sistim yang dibutuhkan agar aplikasi Moodle ini dapat berjalan dengan baik adalah sebagai berikut:
·         Apache Web Server
·         PHP
·         Database MySQL atau PostgreSQL
Dengan menggunakan Moodle kita dapat membangun sistim dengan konsep E-Learning (pembelajaran secara elektronik) ataupun Distance Learning (Pembelajaran Jarak Jauh). Dengan konsep ini sistim belajar mengajar akan tidak terbatas ruang dan waktu. Seorang dosen/guru/pengajar dapat memberikan  materi kuliah dari mana saja. Begitu juga seorang mahasiswa/siswa dapat mengikuti kuliah dari mana saja.
Bahkan proses kegiatan test ataupun kuis dapat dilakukan dengan jarak jauh. Seorang dosen/guru/pengajar dapat membuat materi soal ujian secara online dengan sangat mudah. Sekaligus juga proses ujian atau kuis tersebut dapat dilakukan secara online sehingga tidak membutuhkan kehadiran peserta ujian dalam suatu tempat. Peserta ujian dapat mengikuti ujian di rumah, kantor, warnet bahkan di saat perjalanan dengan membawa laptop dan mendukung koneksi internet.
Berbagai bentuk materi pembelajaran dapat dimasukkan dalam aplikasi Moodle ini. Berbagai sumber (resource) dapat  ditempelkan sebagai materi pembelajaran. Naskah tulisan yang ditulis dari aplikasi pengolah kata Microsoft Word, materi presentasi yang berasal dari Microsoft Power Point, Animasi Flash dan bahkan materi dalam format audio dan video dapat ditempelkan sebagai materi pembelajaran.
Berikut ini beberapa aktivitas pembelajaran yang didukung oleh Moodle adalah sebagai berikut:
Ø  Assignment: Fasilitas ini digunakan untuk memberikan penugasan kepada peserta pembelajaran secara online. Peserta pembelajaran dapat mengakses materi tugas dan mengumpulkan hasil tugas mereka dengan mengirimkan file hasil pekerjaan mereka.
Ø  Chat: Fasilitas ini digunakan untuk melakukan proses chatting (percakapan online). Antara pengajar dan peserta pembelajaran dapat melakukan dialog teks secara online.
Ø  Forum: Sebuah forum diskusi secara online dapat diciptakan dalam membahas suatu materi pembelajaran. Antara pengajar dan peserta pembelajaran dapat membahas topik-topik belajar dalam suatu forum diskusi.
Ø  Kuis: Dengan fasilitas ini memungkinkan untuk dilakukan ujian ataupun test secara online.
Ø  Survey: Fasilitas ini digunakan untuk melakukan jajak pendapat.

Moodle juga menyediakan kemudahan untuk mengganti model tampilan (themes) website e-learning dengan menggunakan teknik template. Beberapa model themes yang menarik telah disediakan oleh Moodle. Selain itu tidak menutup kemungkinan bagi kita untuk merancang dan membuat bentuk tampilan (themes) sendiri.
Beberapa pilihan bahasa juga telah disediakan oleh aplikasi Moodle. Dukungan terhadap bahasa tertentu ini terus berkembang dan dapat di dapatkan dengan cara men-download-nya dari website Moodle. Saat ini penggunaan bahasa Indonesia juga telah didukung oleh Moodle. Sehingga website pembelajaran yang kita buat tersebut tampil dalam bahasa Indonesia.
Moodle mendukung pendistribusian paket pembelajaran dalam format SCORM (Shareble Content Object Reference Model). SCORM adalah standard pendistribusian paket pembelajaran elektronik yang dapat digunakan untuk menampung berbagai macam format materi pembelajaran, baik dalam bentuk teks, animasi, audio dan video. Dengan menggunakan format SCORM maka materi pembelajaran dapat digunakan dimana saja pada apalikasi e-learning lain yang mendukung SCORM. Saat ini telah banyak aplikasi e-learning yang mendukung format SCORM ini. Dengan demikian maka antar lembaga pendidikan, sekolah ataupun kampus dapat saling bertukar materi e-learning untuk saling mendukung materi pembelajaran elektronik ini. Dosen atau pengajar cukup membuat sebuah materi e-learning dan menyimpannya dalam file dengan format SCORM dan memberikan materi pembelajaran tersebut dimanapun dosen atau pengajar itu bertugas.
Demikianlah ulasan dan pembahasan singkat tentang penggunaan Moodle dalam mendukung kegiatan pembelajaran elektronik (e-learning) atau pembelajaran jarak jauh (distance learning). Semoga bermanfaat bagi Anda semua dan tentunya dapat membuka wawasan kita tentang konsep e-learning dan berbagai macam kemudahannya. Bagi instansi, perguruan tinggi ataupun sekolah menengah yang ingin mengaplikasikan dan mengimplementasikan Moodle sebagai alternatif pembelajaran elektronik atau pembelajaran jarak jauh dapat menghubungi Jackmedia - Total Solution For Web melalui e-mail admin [at] jackmedia.web.id

E. STRATEGI PENGEMBANGAN MODEL-MODEL E-LEARNING
            Ketika kita berbicara tentang strategi pengembangan e-Learning, maka hakekatnya adalah sama saja dengan strategi pengembangan perangkat lunak. Hal ini karena e-Learning adalah juga merupakan suatu perangkat lunak. Dalam ilmu rekayasa perangkat lunak (software engineering),           ada beberapa tahapan yang harus kita lalui pada saat mengembangkan sebuah perangkat lunak
Gambar 3: Tahapan Rekayasa Perangkat Lunak

Masalah analisa kebutuhan pada makalah ini ditonjolkan karena ini hal terpenting yang sering dilupakan oleh pengembang aplikasi e-Learning. Pengembang terobsesi untuk membuat aplikasi e-Learning terlengkap dan terbaik, padahal itu belum tentu sesuai dengan kebutuhan sebenarnya dari pengguna.

Saat ini sebenarnya industri e-Learning sedang mengalami krisis, yang berakibat pada kegagalan e-Learning. Dari sebuah studi tahun 2000 yang dilakukan oleh Forrester Group kepada 40 perusahaan besar menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja (lebih dari 68%) menolak untuk mengikuti pelatihan/kursus yang menggunakan konsep e-Learning. Ketika e-Learning itu diwajibkan kepada mereka 30% menolak untuk mengikuti [Dublin, 2003]. Sedangkan studi lain mengindikasikan bahwa dari orang-orang yang mendaftar untuk mengikuti e-Learning, 50-80% tidak pernah menyelesaikannya sampai akhir [Delio, 2000].
Dari berbagai literatur yang ada, kegagalan e-Learning sebagian besar diakibatkan oleh kegagalan dalam analisa kebutuhan yang mengandung pengertian bahwa pengembang tidak berhasil meng-capture apa sebenarnya kebutuhan dari pengguna (user needs).
Hasil dari proses analisa kebutuhan (requirements analysis) pengguna diterjemahkan sebagai fitur-fitur yang sebaiknya masuk dalam sistem e-Learning yang kita kembangkan.  Sebagai pedoman fitur-fitur yang biasanya disediakan dalam sistem e-learning adalah seperti di bawah. Contoh di bawah belum tentu melingkupi seluruh kebutuhan pengguna. Demikian juga belum tentu sebuah sistem e-Learning harus memasukkan semua fitur-fitur di bawah. Kembangkan sistem berdasarkan kepada kebutuhan pengguna yang sebenarnya (user needs).
1. Informasi tentang unit-unit terkait dalam proses belajar mengajar
• Tujuan dan sasaran
• Silabus
• Metode pengajaran
• Jadwal kuliah
• Tugas
• Jadwal Ujian
• Daftar referensi atau bahan bacaan
• Profil dan kontak pengajar
2. Kemudahan akses ke sumber referensi
• Diktat dan catatan kuliah
• Bahan presentasi
• Contoh ujian yang lalu
• FAQ (frequently asked questions)
• Sumber-sumber referensi untuk pengerjaan tugas
• Situs-situs bermanfaaat
• Artikel-artikel dalam jurnal online
3. Komunikasi dalam kelas
• Forum diskusi online
• Mailing list diskusi
• Papan pengumuman yang menyediakan informasi (perubahan
    jadwal             kuliah, informasi tugas dan deadline-nya)
4. Sarana untuk melakukan kerja kelompok
• Sarana untuk sharing file dan direktori dalam kelompok
• Sarana diskusi untuk mengerjakan tugas daam kelompok
5.      Sistem ujian online dan pengumpulan feedback (Copyright © 2003-2005 Ilmu Komputer)
            Strategi pengembangan model e-learning perlu dirancang secara cermat sesuai tujuan yang diinginkan. Jika kita setuju bahwa e-learning di dalamnya juga termasuk pembelajaran berbasis internet, maka pendapat Haughey (1998) perlu dipertimbangkan dalam pengembangan e-learning. Menurutnya ada tiga kemungkinan dalam strategi pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu web course, web centric course, dan web enhanced course”.
            Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya disampaikan melalui internet. Dengan kata lain model ini menggunakan sistem jarak jauh.
            Web centric course adalah penggunaan internet yang memadukan antara belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi disampikan melalui internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka. Fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini pengajar bisa memberikan petunjuk pada siswa untuk mempelajari materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya. Siswa juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka, peserta didik dan pengajar lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang telah dipelajari melalui internet tersebut.
            Model web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Fungsi internet adalah untuk memberikan pengayaan dan komunikasi antara peserta didik dengan pengajar, sesama peserta didik, anggota kelompok, atau peserta didik dengan nara sumber lain. Oleh karena itu peran pengajar dalam hal ini dituntut untuk menguasai teknik mencari informasi di internet, membimbing mahasiswa mencari dan menemukan situs-situs yang relevan dengan bahan pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang menarik dan diminati, melayani bimbingan dan komunikasi melalui internet, dan kecakapan lain yang diperlukan.
            Pengembangan e-learning tidak semata-mata hanya menyajikan meteri pelajaran secara on-line saja, namun harus komunikatif dan menarik. Materi pelajaran didesain seolah peserta didik belajar dihadapan pengajar melalui layar komputer yang dihubungkan melalui jaringan internet. Untuk dapat menghasilkan e-learning yang menarik dan diminati, Onno W. Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang e-learning, yaitu “sederhana, personal, dan cepat”. Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada , dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan sistem e-learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem e-learning-nya.
            Syarat personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya seorang guru yang berkomunikasi dengan murid di depan kelas. Dengan pendekatan dan interaksi yang lebih personal, peserta didik diperhatikan kemajuannya, serta dibantu segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat peserta didik betah berlama-lama di depan layar komputernya. Kemudian layanan ini ditunjang dengan respon yang cepat terhadap keluhan dan kebutuhan peserta didik lainnya. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat dilakukan secepat mungkin oleh pengajar atau pengelola.
            Untuk meningkatkan daya tarik belajar, Onno W. Purbo menambahkan perlunya menggunakan teori games. Teori ini dikemukakan setelah diadakan sebuah pengamatan terhadap perilaku para penggemar games komputer yang berkembang sangat pesat. Bermain games komputer sangatlah mengasyikan. Para pemain akan dibuat hanyut dengan karakter yang dimainkannya lewat komputer tersebut. Bahkan mampu duduk berjam-jam dan memainkan permainan tersebut dengan senang hati.
            Fenomena ini sangat menarik dalam mendesain e-learning. Dengan membuat sistem e-learning yang mampu menghanyutkan peserta didik untuk mengikuti setiap langkah belajar di dalamnya seperti layaknya ketika bermain sebuah games. Penerapan teori games dalam merancang materi e-learning perlu dipertimbangkan karena pada dasarnya setiap manusia menyukai permainan.
            Secara ringkas, e-learning perlu diciptakan seolah-olah peserta didik belajar secara konvensional, hanya saja dipindahkan ke dalam sistem digital melalui internet. Oleh karena itu e-leraning perlu mengadaptasi unsur-unsur yang biasa dilakukan dalam sistem pembelajaran konvensional. Misalnya dimulai dari perumusan tujuan yang operasional dan dapat diukur, ada apersepsi atau pre test, membangkitkan motivasi, menggunakan bahasa yang komunikatif, uraian materi yang jelas, contoh-contoh kongkrit, problem solving, tanya jawab, diskusi, post test, sampai penugasan dan kegiatan tindak lanjutnya. Oleh karena itu merancang e-laarning perlu melibatkan pihak terkait, antara lain: pengajar, ahli materi, ahli komunikasi, programmer, seniman, dll.
            Sedangkan untuk strategi pelaksanaan model pembelajaran e-learning, setidaknya terdapat empat model yang dapat digunakan dalam pelaksanaan ‘e-learning’ di sekolah-sekolah. Setiap model yang digunakan mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Pemilihan begantung kepada infrastruktur telekomunikasi dan peralatan yang tersedia di sekolah. Model-model tersebut ialah:
1. Selective Model
     Jika jumlah komputer sangat terbatas, ia dapat ditunjukkan kepada siswa sebagai bahan demontrasi saja.  Jika ada beberapa komputer, siswa diberi peluang untuk mendapat sedikit pengalaman ‘hands-on’.
2. Sequential Model
       Jika jumlah komputer sedikit, siswa dalam kelompok kecil bergerak dari satu set sumber informasi ke sumber yang lain. Bahan ‘e-learning’ digunakan sebagai bahan rujukan atau bahan informasi baru. Jika terdapat beberapa komputer, siswa diberi peluang untuk mendapatkan pengalaman ‘hands-on’.


3. Static Station Model
     Jika jumlah komputer sedikit, Guru mempunyai beberapa sumber berbeda untuk mencapai objektif pembelajaran yang sama. Bahan ‘e-learning’ digunakan oleh beberapa kelompok siswa manakala siswa lain menggunakan sumber yang lain untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sama.
4. Laboratory Model
     Jika jumlah komputer mencukupi untuk semua siswa, maka bahan ‘e-learning’ dapat digunakan oleh semua siswa sebagai bahan pembelajaran mandiri. Model ini boleh digunakan jika sekolah mempunyai perangkat komputer yang dilengkapi dengan jaringan internet.

Meningkatkan Praktek Melalui pengembangan Model-model E-Learning

             Setidaknya ada dua cara yang mungkin ditempuh untuk meningkatkan praktek melalui pengembangan model-model e-learning:
1.        Cara pertama, practice models adalah (a) mengembangkan atau membandingkan (b) mengevaluasi menurut model-model teoritikal saat ini dan criteria penelitian. ‘Proven’ models kemudian adalah (c) mengkomunikasikan kepada para praktisi, terkait dengan informasi mengenai konteks dan outcome, yang sangat penting adalah menginformasikan keputusan tentang penggunaannya. Model-model tersebut dapat dikomunikasikan dalam beberapa cara yaitu melalui :
Ø Rencana-rencana pelajaran/desain belajar untuk lingkungan belajar yang sebetulnya atau yang dicampur-campur
Ø Memberi saran untuk mewujudkan alat-alat e-learning yang lebih spesifik serta mempraktekkannya.

1 komentar:

  1. Nama :maserani
    Nim : 2010 1210 98
    E-mail :maserani07@yahoo.co.id
    Lokal : D khusus (sabtu minggu)
    komentar :
    pak, sepertinya model pembelajaran dengan menggunakan e-learning masih buram di mata masyarakat, khususnya di daerah HSS karena itu perlukah adanya sosialisasi kepada para pendidik/pun yang dididik demi terlaksananya proses belajar mengajar?

    BalasHapus